LAPORAN
PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I
“Ekstraksi”
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013
EKSTRAKSI
(Rabu, 13 November 2013)
I.
Tujuan Percobaan
1.
Mendapatkan crude
kafein dari daun teh kering dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut kloroform
2.
Menentukan %
rendemen kafein dari daun teh kering dengan cara ekstraksi
II.
Dasar Teori
Kafein
merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun
teh, daun mete, biji kola, biji coklat dan beberapa minuman penyegar. Kafein
memiliki berat molekul 194,19 gram/mol. Dengan rumus kimia C8H10N8O2
dan pH 6,9 (larutan kafein 1 % dalam air ). Secara ilmiah, efek kafein terhadap
kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya
seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping
berupa rasa gelisah (neuroses), tidak
dapat tidur (insomnia) dan denyut
jantung tak beraturan (tachycardia).
Kopi dan teh banyak mengandung kafein dibandingkan jenis tanaman lain, karena
tanaman kopi dan teh menghasilkan biji kopi dan daun teh yang sangat cepat,
sementara penghancurannya sangat lambat. (Hermanto: 2007)
Untuk mendapatkan
dan menentukan kadar kafein dalam teh dilakukan metoda ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu produk pemisahan suatu zat dari campuranyya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Seringkali campuran bahan padat dan cair tidak dapat atau sukar sekali
dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan.
Misalnya, komponen bercampur sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat
fisiknya terlalu kecil atau tersedia dalam konsentrasi yang telalu rendah.
Dalam hal semacam itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang
dapat digunakan atau yang paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester untuk
essence pada sirup, pengambilan
kafein dari daun teh dan pelarutaan komponen-komponen kopi dengan menggunakan
air panas. Saat ekstraksi, larutan ekstrak yang tercemar harus dibersihkan.
Suatu pelarut yang digunakan sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan
ekstrak yang besar, sehingga kebutuhan pelarut lebih sedikit. (Anonim: 2010)
Berdasarkan
jenisnya, ekstraksi dibagi menjadi 2 yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas.
a.
Cara dingin
Ekstraksi
Maserasi yaitu Proses perendaman sampel dengan menggunakan pelarut
organic pada temperature ruangan. Maserasi ini merupakan cara yang paling
sederhana yaitu dengan merendam dengan pelarut organic dimana cairan penyari
tersebut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif dan zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi. Maserasi biasanya digunakan untuk pengambilan zat-zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyaring dan tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung zat sejenis benzoin dll. Keuntungan dari cara ini
yaitu pengerjaannya dan peralatannya sederhana dan mudah di cari. Kerugiannya
cara maserasi ini pengerjaannya lama dan penyaringannya juga kurang sempurna.
Prinsip dari maserasi ini yaitu penyarian zat
aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar yang terlindung dari cahaya
dan cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel
dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan
pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Perkolasi merupakan penyaringan yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia. Prinsip kerjanya serbuk simplisia ditempatkan
dalam ejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, kemudian cairan
penyairan dialirkan dari atas ke bawah hingga zat penyari tersebut
melarutkan zat aktif di dalam simplisia atau sampel sampai keadaaan jenuh.
Keuntungan dari perkolasi ini, aliran cairan penyari menyebabkan adanya
pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih
rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi dan ruangan
diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan
penyari. Karena kecilnya saluran kapiker tersebut maka kecepatan pelarut cukup
untuk mengurangi lapisan batas, hingga dapat meningkatkan perbedaan
konsentrasi. Kelemahannya perkolasi ini harus menggunakan banyak pelarut dan juga
hasil yang didapatkan tidak maksimal.
Prinsip dari perkolasi ini
yaitu penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan
ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari
akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan
jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan
di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang
diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. (Khopkar: 1990)
b.
Cara panas
Sokhletasi merupakan
penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh
pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya
masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.
Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan
untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan
secara langsung, dapat digunakan pelarut yang lebih sedikit, pemanasannya dapat
diatur. Tapi ekstraksi sokhlet ini memiliki kerugian juga, yaitu ekstrak yang
terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas, jumlah total senyawa-senyawa yang
diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat
mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih
banyak untuk melarutkannya.
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut
murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan
campuran pelarut, misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang
diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda
dalam pelarut cair di dalam wadah.
Prinsip sokhletasi
ini sebagai penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan
cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat
sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif
di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon,
seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler
hingga terjadi sirkulasi. Di bawah ini gambar dari alat sokhletasi,

Nama-nama instrumen
dan fungsinya :
1.
Kondensor berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk
mempercepat proses pengembunan.
2.
Tabung sokhlet
berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses
penguapan.
3.
Labu alas bulat/labu
alas bulat : berfungsi sebagai wadah
bagi sampel dan pelarutnya.
4.
Hot plate berfungsi sebagai pemanas larutan.
(http://akbarcules46.blogspot.com)
Ada pula metoda refluks, keuntungan dari metode
refluks ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai
tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan
volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan
carasampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor
bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu
alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. (Basset: 1994)
Sedangkan untuk menentukan persentase rendemen dengan merujuk pada jumlah
produk yang dihasilkan pada ekstraksi yaitu % rendemen kafein sama dengan berat
crude kafein dibagi dengan berat daun teh kering awal dikali dengan 100 %. (http://studyzoneanalys.blogspot.com)
III.
Alat dan Bahan
a.
Alat
1
buah alat sokhletasi
1
buah corong pisah
1
buah kaca arloji
1
buah gelas ukur 10 mL
1
buah gelas kimia 250 mL
1
buah gelas kimia 1000 mL
1
buah labu erlenmeyer 250 mL
1
buah pemanas dan bunsen
1
buah klonsong dari kertas saring (20X18cm)
1
buah neraca analitik
1
buah pipet tetes
1
buah botol semprot
b.
Bahan
30
gram daun teh kering (teh poci)
15
g CaCO3
5
mL larutan kloroform
0,5
g Na2SO4
300
mL air
IV.
Cara Kerja
Pertama-tama disiapkan klonsong dari kertas saring dengan
ukuran 20X18 cm. Dalam gelas kimia 30 g
daun teh kering (teh poci) ditambahkan dengan 15 g CaCO3 dan
dimasukkan kedalam klonsong yang sudah dibuat.
Klonsong dimasukkan pada tabung sokhlet kemudian ditambahkan air
sebanyak 300 mL. Setelah itu dilakukan pemanasan dengan suhu 15-20 oC
hingga ekstrak panas teh terkumpul di labu alas bulat.
Ekstrak panas yang didapatkan didinginkan dan dimasukkan
kedalam corong pisah dengan ditambahkan 5 mL larutan kloroform kedalamnya. Lalu
dilakukan pengocokan sehingga terjadi dua fase. Fase yang diambil yaitu fase
atas dan dipindahkan dalam labu erlenmeyer
yang sudah ditimbang dalam keadaan kosong terlebih dahulu dan
ditambahkan dengan 0,5 g Na2SO4 kemudian dilakukan
penguapan. Langkah terakhir adalah crude kafein ditimbang dan dihitung %
rendemen kafin dari teh kering.
V.
Pengamatan
a.
Sifat fisis dan Sifat kimia
1.
Daun teh kering
(teh poci)
Berupa
serbuk teh berwarna coklat, serta berbau khas teh
2.
Air (H2O)
Berupa
larutan tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa, memiliki massa molar
sebesar 18 g/mol, ttik lebur 0 oC dan titik didih 100oC.
Air merupakan pelarut universal, dan juga merupakan pelarut polar.
3.
CaCO3
Berupa
serbuk berwarna putih dan tidak berbau, memiliki massa molar sebesar 100.0869
g/mol, memiliki titik lebur pada 1339oC. Larut dalam air dan dalam
asam encer serta dapat terbakar pada suhu 825oC.
4.
Kloroform (CHCl3)
Berupa
larutan yang tak berwarna dan berbau khas, memiliki massa molar sebesar 119.38
g/mol, memiliki titik lebur pada -63.5 oC dan titik didih pada 61.2
oC. Merupakan pelarut non polar dan mudah menguap.
5.
Na2SO4
Berupa
serbuk kristal berwarna putih dan sediki berbau, memiliki massa molar sebesar
142.04 g/mol, memiliki titik lebur pada 884oC dan titik leleh pada
1429oC. Mudah larut dalam air, biasanya digunakan sebagai bahan
embuat detergen dan pembuatan pulp kertas.
b.
Hasil pengamatan
Perlakuan
|
Pengamatan
|
Membuat klonsong dari kertas saring berukuran 20X18cm.
Dimasukkan kedalamnya 30 g daun teh kering dan 15 g CaCO3.
|
![]() |
Memasukkan klonsong dalam tabung sokhlet pada alat
sokhletasi dan ditambahkan air sebanyak 300 mL. Setelah itu dilakukan pemanasan
pada suhu 15-20oC hingga diperoleh ekstrak panas.
|
![]()
Ekstrak panas
berwarna coklat tua
|
Ekstrak panas didinginkan dan dimasukkan kedalam corong
pisah dengan ditambahkan 5 mL larutan kloroform
|
![]()
Terjadi 2
fase, fase atas berwarna coklat tua sedangkan fase bawah berwarna putih susu
|
Fase atas di tambahkan 0,5 g Na2SO4
dan diuapkan
|
Didapatkan crude kafein berwarna coklat kehitaman
|
Crude kafein ditimbang
|
Berat labu
erlenmeyer 250 mL kosong = 105,41 g
Berat labu
erlenmeyer 250 mL+crude kafein = 125,6 g
Berat crude
kafein = Berat labu erlenmeyer 250 mL+crude kafein – Berat labu erlenmeyer
250 mL kosong
= 125,6 g -
105,41 g
= 20,19 g
|
VI.
Pembahasan
Ekstraksi kafein dari daun teh kering (teh poci)
bertujuan untuk mendapatkan crude kafein dan menentukan % rendemen kafein dalam
daun teh kering. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat sokhletasi yang
disebut pula ekstraksi panas. Sokhletasi merupakan suatu metode atau pemisahan
suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip sokhletasi yaitu
dengan menggunakan pelarut selalu baru dalam mengekstraknya sehingga terjadi
ekstraksi yang kontinyu dengan adanya jumlah pelarut yang konstan yang juga
dibantu dengan pendingin balik (kondensor).
Penarikan komponen kimia dilakukan dengan cara daun teh
kering ditempatkan dalam suatu wadah dalam hal ini klonsong dari kertas saring
yang telah ditambahkan terlebih dahulu CaCO3. Cairan penyaring
dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor menjadi molekul-molekul cairan yang jatuh kedalam klonsong, lalu
seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat hingga terjadi sirkulasi.
Daun teh kering dalam klonsong yang telah ditambahkan CaCO3,
hal ini bertujuan untuk mengeluarkan bahan-bahan yang terkandung dalam daun teh
kering secara keseluruhan, yaitu alkaloid yang mengandung nitrogen dan memiliki
properti basa amina organik. Dan ditambahkan pula dengan air agar kafein keluar
dari daun teh kering dan ikut larut dalam air. Sedangkan kandungan teh yang
lainnya seperti pigmen flavonoid yang tidak larut dalam CaCO3 dapat
larut dalam air. Pada saat daun teh kering dan CaCO3 dicampurkan,
kedua zat tersebut tidak menyatu hal ini dikarenakan CaCO3 adalah
senyawa organik sedangkan daun teh kering adalah senyawa anorganik.
Dalam sokhletasi, pemanasan dilakukan untuk mempercepat
proses pemisahan antara kafein dengan daun teh kering. CaCO3 terurai
menjadi batu didih dan gas karbondioksida, namun dengan pemanasan CaCO3
menjadi larut. Selain itu pula, pemanasan ditujukan untuk menguapkan kandungan
air dalam filtrat, sehingga konsentrasi kafein semakin pekat dan
kandungan-kandungan lainnya menghilang. Ekstrak panas yang berwarna coklat yang
diperoleh didinginkan sebentar dengan tujuan agar ekstrak daun teh kering dalam
air benar-benar sempurna (larut secara maksimal) dan agar suhu ekstrak sama
dengan suhu kamar.
Setelah itu, ekstrak dimasukkan kedalam corong pisah
dengan ditambahkan kloroform yang digunakan untuk mengikat kafein dari ekstrak
agar kafein benar-benar terpisah dari zat-zat lain dari ekstrak. Kafein dapat diikat oleh kloroform karena
berupa zat non polar yang dapat terikat oleh zat non polar juga yaitu
kloroform. Selanjutnya campuran ekstrak dan kloroform dilakukan pengocokan agar
kloroform dapat terdistribusi dengan cepat dan keduanya tercampur
sempurna. Campuran menjadi dua fase,
yaitu fase atas yang berwarna coklat tua dan fase bawah yang berwarna putih
susu.
Setelah itu, fase atas dipindahkan kedalam labu
erlenmeyer yang telah ditimbang terlebih dulu. Fase atas yang berwarna coklat
tua kemudian ditambahkan Na2SO4
untuk menarik molekul air yang terdapat dalam fase atas yang sudah dipisahkan
atau sebagai bahan pengering untuk mendapatkan crude kafeinnya. Kemudian
campuran tersebut dilakukan penguapan supaya kloroform (yang sifatnya mudah
menguap) yang terdapat dalam campuran menjadi menguap. Penguapan dilakukan
hingga tersisa crude kafeinnya.
Crude kafein yang diperoleh berwarna coklat kehitaman,
kemudian crude kafein dalam labu erlenmeyer ditimbang yang diperoleh sebesar
125,6 g. Sehingga crude kafein yang didapat sebesar 20,19 g. Sedangkan
persentase (%) rendemen kafein dari daun teh kering sebesar 67,3%. Persentase
ini jauh lebih besar dari persentase kafein secara teoritis atau berdasarkan
literatur yaitu 4% dalam 40 mg daun teh kering atau setara dengan 22,5% dalam
30 g daun teh kering. Hal ini dikarenakan, daun teh kering yang digunakan dalam
percobaan bukanlah daun teh yang murni tetapi telah bercampur dengan zat-zat
lainnnya saat diproduksi. Kemungkinan yang lain adalah kafein tidak larut
sempurna atau kurangnya proses penguapan.
VII.
Perhitungan
Berat
daun teh kering awal = 30 g
Berat
labu erlenmeyer 250 mL kosong = 105,41 g
Berat
labu erlenmeyer 250 mL+crude kafein = 125,6 g
Berat
crude kafein = Berat labu erlenmeyer 250
mL+crude kafein –
Berat labu erlenmeyer 250 mL kosong
= 125,6 g - 105,41
g
= 20,19 g
VIII. Kesimpulan
Dari percobaan ekstraksi ini dapat disimpulkan bahwa
untuk mendapatkan crude kafein dilakukan dengan cara ekstraksi dari daun teh
kering dengan metode sokhletasi dan menggunakan pelarut kloroform yang bersifat
non polar. Sehingga didapatkan crude kafein dari daun teh kering sebesar 20,19
g. Persentase (%) rendemen kafein dalam daunteh kering yaitu sebesar 67,3%.
Daftar Pustaka
Anonim.2010.Ektraksi. dari http://www.chem-is-try.org. (diakses
pada tanggal 05 November 2013
pukul 19:48).
Basset,J.dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hermanto, Sindhu.2007.Kafein,
Senyawa Bermanfaat atau Beracun ?.dari
http://www.chem-is-try.org. (diakses
pada tanggal 05 November 2013
pukul 19:22).
http://akbarcules46.blogspot.com
(diakses pada tanggal 06 November 2013 pukul 20:33)
http://studyzoneanalys.blogspot.com (diakses pada
tanggal 06 November 2013 pukul 21:00)
Khopkar, S.M.1990.Konsep
Dasar Kimia Analitik.Jakarta:Universitas Indonesia Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar